Bagi banyak orang, mendengar istilah ‘pedalaman’ Kalimantan bisa disandingkan dengan mendengar cerita dongeng. Begitu familier di telinga, namun wujud dan penampakannya hanya kita lihat di TV atau kita dengar kisahnya dari mantan transmigran. Kali ini, kisah tentang pedalaman Kalimantan tidak sekadar dongeng, tapi kisah nyata para pejuang SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) yang mengabdi untuk negara di daerah 3T.
Sejumlah 39 sarjana yang terdiri dari 26 wanita dan 13 pria dikirim oleh UNNES untuk mengabdi di kabupaten Mahakam Hulu, Kalimantan Timur. Mereka tergabung dalam program PPG SM3T yang dibiayai oleh Kemenristekdikti. Mahakam Ulu adalah kabupaten yang baru berdiri selama 3 tahun. Bupati definitif pun belum ada dan kantor dinas ibu kota kabupaten masih meminjam rumah penduduk di kampung Ujoh Bilang. Jumlah penduduk seluruh kabupaten hanya sekitar 30 ribuan; coba bandingkan dengan penduduk kota Semarang yang mencapai 1,5 juta jiwa.
Untuk memastikan kondisi dan semangat peserta SM3T, UNNES mengirim tiga pemonitor pada tanggal 16-19 Januari 2016. Bambang Budi Rahardjo (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan), Hendi Pratama (Kepala UPT Pusat Humas) dan Ekiyardi (Staff LP3) harus menempuh perjalanan sungai selama 4 jam non-stop untuk menemui para peserta PPG SM3T yang ditempatkan di Mahakam Ulu. Tempat akomodasi terbaik yang ada di Ujoh Bilang adalah sebuah penginapan dengan 7 kamar yang rata-rata luasnya adalah 2 x 3 meter. Listrik PLN hanya menyala dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi.
Bambang Budi Rahadjo menyampaikan kekagumannya kepada para peserta SM3T karena di tengah dukungan infrastruktur yang minim dan fasilitas yang seadanya, para peserta PPG SM3T tidak menunjukkan raut muka yang susah. Mereka menyambut tim monitoring dengan penuh semangat dan antusias. Hal ini cukup mengesankan mengingat beberapa dari mereka harus tidur di perpustakaan sekolah yang disekat menjadi kamar.
Di dalam sambutan resminya, Wakil Rektor Kemahasiswaan berpesan “Kalau sudah betah 6 bulan di sini berarti saya yakin kalian akan betah selama 1 tahun. Kalau sudah betah 1 tahun di sini, berarti kalian sudah betah tinggal menetap di daerah ini selamanya. Saya tinggal antarkan saja SK CPNS kalian untuk penempatan di Mahakam Ulu.” Pidato ini mendapatkan tepuk tangan yang meriah dari para guru, kepala sekolah dan peserta PPG SM3T.
Tim monitoring mengakui besarnya tantangan untuk mengajar dan mengabdi di daerah ini. Jalan aspal sedang dalam proses pengadaan dan pembangunan di Mahakam Ulu. Untuk bisa memonitor sekolah penempatan, tim monitoring menggunakan sampan yang biasa dipakai oleh penduduk lokal untuk berpindah tempat dan mencarti nafkah. Orang lokal menyebut sampan kecil ini ‘ketinting’ dan sampan inilah penyambung kehidupan yang sebenarnya bagi penduduk Mahakam Ulu.
from Universitas Negeri Semarang
No comments:
Post a Comment