Monday 29 May 2017

Kenakan Baju Adat Indonesia di Polandia, Dosen UNNES dilirik Pelukis Ternama Bogusław Lustyk

Bertepatan dengan tanggal 1 Ramadhan 1438 H atau 27 Mei 2017 diselenggarakan acara Festival Saska Kępa di Warsawa dengan mengusung tema “Your Youth” yang mendatangkan beberapa budayawan, seniman, dan artis terkemuka di Polandia dan sekitarnya. Berbagai pertunjukan musik diiringi oleh musisi ternama lulusan Art Schools seperti Grzegorz Paczkowski, Mariusz Oziu Orzechowski, dan Piotr Dąbrówka. Acara ini dimulai dengan parade tradisional dengan menyanyikan hymn Saska Kępa“Małgorzata” dilanjutkan beberapa inagurasi budaya dan seni.

Jalur lalulintas protokol sepanjang jalan Rondo Washington hingga Prom Culture Saska Kepa di Rondo Wolframa atau sekitar 11.5 Km ditutup untuk menggelar acara tahunan ini. Terdapat banyak seniman yang memamerkan hasil karyanya baik lukisan, patung, keramik, serta berbagai macam kerajinan tangan dan barang-barang unik yang tidak bisa didapatkan di toko. Iringan live music Mozart, blues, dan jazz menambah semarak kemeriahan festival. Seperti pada penyelenggaraan festival pada umumnya, banyak para chef handal tidak ketinggalan untuk menjual produk makanan dan minuman yang langsung bisa dijajakan ditempat maupun dibawa pulang.

Pada tahun ke 12 diselenggarakannya Festival Saska Kępa kali ini, Indonesian Diaspora & PPI berkerjasama dengan KBRI Polandia ikut berpartisipasi memberikan ruang informasi budaya dan pariwisata yang ada di Indonesia. Lulu April Farida dosen Bahasa Inggris UNNES yang sedang melaksanakan program Scheme Academic Mobility Exchange dari Kemenristek Dikti mengenakan salah satu pakaian Adat Indonesia untuk ikutan didalam mendukung program Wonderful Indonesia. Beruntung, hal tersebut tidak hanya menarik perhatian pengunjung untuk sekadar berfoto dan mencari tahu tentang baju adat serta negara Indonesia pada dirinya, namun menarik perhatian seorang Pelukis yang telah dibesarkan di Amerika dan kini kembali ke tanah kelahirannya Warsawa. Bogusław Lustyk dengan hormat mengajak Dosen UNNES ke stand miliknya dan meminta Lulu sebagai objek lukisannya.

Lulu tak perlu merogoh kocek untuk mendapatakan sketsa dari goresan tangannya sementara pengunjung yang lain harus mengeluarkan duaratus ribu rupiah hingga jutaan untuk mendapatkan lukisannya. Pemilik Lustyk Art Studio ternyata telah mengenal nama UNNES dari profil lukisan TJR yang di kampus kita dikenal dengan panggilan Prof Tjetjep. Tentu hal ini membuktikan semakin bereputasi nama UNNES dikancah Internasional. Lustyk juga menuturkan akan menyempatkan berkunjung ke Kampung Budaya UNNES sesaat sebelum dia menyelenggarakan pameran di Ubud Bali tahun mendatang.


from Universitas Negeri Semarang

No comments:

Post a Comment