Sebuah proses sejarah perlu diulas kembali dengan berbagai cara. Salah satunya melalui film dokumeter bisa menjadi tonggak baru lahirnya film yang syarat identitas. Banyak tontonan di Indonesia, yang hanya mengedepankan figure artis, tanpa memberikan pesan yang baik.
Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof Fathur Rokhman, mengatakan hal itu ketika membuka kegiatan Pemutaran dan diskusi film Eagle Award Documentary Competition (EADC) Metro TV 2015 di Auditorium Universitas Negeri Semarang (Unnes) Kampus Sekaran Gunungpati, Selasa (27/10).
Menurut Prof Fathur, film dokumenter sangat dekat dengan realitas sosial, tanpa ditutup-tutupi. Nilai kedaerahan hadir disetiap film dokumenter. Setiap film dokumenter yang telah ditonton selalu meninggalkan pesan dan menginspirasi. Film Tinta Perajut Bangsa yang digarap mahasiswa unnes, menjadi sebagian bukti potret realitas sosial Indonesia, “yang terpenting, setiap film memberi inspirasi bagi penontonnya,” ungkap Rektor.
Film garapan mahasiswa jurusan Sosiologi dan Antropologi Unnes, Visian Pramudika dan Diana Noviana ini mampu menyisihkan para peserta dari seluruh Indonesia dan memposisikan diri menjadi 5 besar finalis EADC 2015.
Kegiatan yang dihadiri ratusan komunitas film Semarang, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Semarang raya, dan ratusan mahasiswa Unnes ini menghadirkan beberapa pembicara. Diantaranya jurnalis Gunawan Budi Santoso (Kang Putu) dan Dr Soesilo Toer (adik Pramudya Ananta Tour).
from Universitas Negeri Semarang
No comments:
Post a Comment