SEKITARUNNES.COM, SEMARANG - Fakta mencengangkan disampaikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, terkait maraknya prostitusi terselubung 'Gadis Kinjeng', PSK bermotor yang biasa beroperasi di sekitar kawasan Kota Semarang, Jawa Tengah.
Data yang diperoleh merdeka.com
menurut Satpol PP Pemkot Semarang, jumlah Gadis Kinjeng yang tersebar
di beberapa kawasan jalan protokol Kota Semarang mencapai 300 perempuan
yang menjajakan kemolekan tubuh dan keseksiannya.
Ke-300 PSK bermotor ini
tersebar di beberapa titik di jalan-jalan protokoler Kota Semarang di
antaranya di Jalan Imam Bonjol, Jalan Poncol, Jalan Pemuda, Jalan
Pandanaran, Kawasan Tugu Muda dan Kawasan Kota Lama atau biasa disebut Kawasan Jembatan Mberok.
"Dalam
waktu dekat ini, kita akan melakukan operasi karena jumlah PSK yang
tadinya memamerkan keseksian tubuhnya di pinggir jalan dan kini beralih
menggunakan sepeda motor
sebagai sarana sudah terlalu banyak," ujar Kepala Bidang Trantibimas
Satpol PP Pemkot Semarang, Aniceto, saat dikonfirmasi merdeka.com
Kamis(27/3).
Bayangkan, menurut pantauan Satpol PP Pemkot
Semarang, akhir-akhir ini, ratusan PSK bermotor ini tidak hanya
beroperasi pada waktu malam hari. Di siang bolongpun ratusan PSK ini
juga beroperasi di beberapa jalan-jalan protokoler di Kota Semarang.
"Begitu
swalayan Sri Ratu buka pagi, maka mereka sudah berada di sekitar
swalayan untuk menjajakan diri kepada beberapa laki-laki hidung belang.
Kalau malam hari pas maghrib mereka sudah nangkring di sepeda motor
mereka masing-masing yang diparkir di pinggir jalan," ungkapnya.
Jumlah personel
Satpol PP Pemkot Semarang yang sedikit juga tidak bisa menyelesaikan
dan mengatasi masalah hanya dengan melakukan razia. Selain luasnya
wilayah Kota Semarang, modus mereka juga cukup membuat petugas Satpol PP
di lapangan kewalahan. Apalagi, dengan adanya fasilitas sepeda motor
yang membuat mereka leluasa untuk lari dari kejaran operasi.
"Sepeda
motor dalam penggunaan mereka membuat para PSK merasa aman. Terutama
jika saat operasi dilakukan. Kalau kita kejar, belum tentu mereka
tertangkap. Selain untuk sarana lari, mereka juga menggunakan motor
supaya cepat dan efektif melayani tamu mereka. Meski motor itu merupakan
motor kreditan," tegasnya.
Menurut Aniceto, petugas Satpol PP menerapkan strategi
yang hanya untuk diketahui secara internal oleh anggota. Apalagi, saat
merazia para anggotanya hanya sering melakukan operasi di malam hari.
Alasannya, pada malam hari bisa dibedakan mana PSK dan mana yang bukan.
Sementara kalau siang hari, petugas Satpol PP maupun para lelaki hidung
belang sulit membedakan.
"Kita seringnya melakukan razia malam
hari karena kalau di siang hari sulit membedakan mana yang PSK dan mana
yang bukan. Namun demikian, anggota kami sudah paham wajah-wajah lama
para PSK yang sering mangkal," ungkapnya.
Sayangnya, sanksi bagi
PSK yang berkeliaran ini terlalu ringan. Berdasar Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 3 Tahun 1965 terkait PSK ini, sanksi yang diberlakukan
denda sebesar Rp 5000 maka. Oleh sebab itu, Pemkot Semarang akan
menerapkan Perda yang baru yaitu dengan sangsi denda Rp 50 juta. Jika
mereka tidak ingin kena denda, maka PSK yang terjaring razia harus
menjalani masa rehabilitasi di Panti Wanita Utama di Solo, Jawa Tengah.
"Saat
ini kita masih gencar-gencarnya melakukan sosialisasi perda yang baru
akan diberlakukan mulai awal 2014 tahun ini. Rehabilitasi selama tiga
bulan itu juga cukup efektif untuk membuat para PSK bermotor dan di
jalanan ini jera. Sebab, di panti rehabilitasi ini mereka diberikan
pendidikan dan bimbingan berupa menjahit, memasak dan lainnya. Selama
masa rehabilitasi itu, mereka dilarang keluar dari panti," ujarnya.
Aniceto
mengimbau kepada para lelaki hidung belang dan PSK untuk tidak lagi
melakukan transaksi di jalanan. Fenomena PSK jalanan ini memang sulit
dihilangkan. Namun, dengan upaya memperberat sanksi dalam perda yang
baru ini diharapkan akan bisa teratasi. Paling tidak bisa diminimalisir
menjamurnya Gadis Kinjeng yang merupakan PSK bermotor di jalanan.
"Memang
sulit menghilangkan. Fenomena ini ada sejak zaman nenek moyang. Tetapi
paling tidak bertobatlah. Kalau memang harus melakukan perbuatan suka
sama suka ini ada tempatnya yaitu di dua lokalisasi di Kota Semarang
yaitu lokalisasi Sunan Kuning (SK) di Kawasan Argorejo dan di lokalisasi
Gambirlangu (GBL) yang ada di perbatasan Kendal dan Semarang,"
tuturnya.
Sumber : www.merdeka.com
No comments:
Post a Comment